Ini aku anak sulungnya ayah yang sudah berkali-kali dibantai semesta namun masih bisa tegap berdiri.
aku butuh bahumu yang tegap setiap kali terjatuh, namun yang kulihat hanya bahu ibu; di matamu.
aku selalu bertanya, ayah kenapa?
ayah jalanmu sudah terlalu jauh dari ibu, pundaknya butuh diringankan bebannya agar tak ketinggalan.
tubuhmu selalu ada disampingnya, namun jiwamu entah kenamana.
ayah anak sulungmu butuh sosok yang menjadi penguatnya dikala badai menghadang. namun ia hanya dapat berteduh di bawah payung ibu.
anak sulungmu butuh sosok yang paling kuat selain kuatnya hati ibu.
Ayah, ketika aku dihantam badai, aku hanya melihat pundak ibu; aku juga ingin melihat pundakmu.
Ayah, kakiku memang masih kuat berjalan sendirian, namun aku bohong jika hatiku kuat menahan rindu.
hatiku rapuh bila melihat ibu di depan pintu dengan tangan kanan ibu yang sudah tak kuat.
anak sulungnya ayah sudah dewasa tubuhnya kuat menghadang badai; berlari sendirian meski berkali-kali terjatuh, namun berhasil bangkit kembali ketika melihat senyum ibu.
Ayah, ibu butuh bahumu. anak sulungmu butuh sosok paling kuat selain ibu.
Ibu selalu berkata "Tuhan tak pernah ingkar janji, setiap manusia punya jatah gagalnya sendiri, punya jatah berhasilnya sendiri".
Ayah, jangan biarkan lagi Ibu menantimu di depan pintu sembari menggenggam tangan kanannya yang sedang rapuh.
anak sulungnya ayah, kuat kok, ia selalu kuat jika melihat senyuman ibu, walau kadang anak sulungnya ayah suka bohong lagi baik-baik saja.
anak sulungnya ayah sudah terbiasa jatuh tanpa tumpuan, namun bangkit karena tangan ibu.
puisi ini pertama kali di upload di media sosial saya sendiri.
Komentar
Posting Komentar